ketika ziarahku kian panjang, ketika pancarianku kian
dalam, tatkala tatapanku makin jauh, kucoba untuk kembali mengingat sesuatu
yang terlupakan. Aku lupa dia yang telah menghidupi aku, aku lupa dia yang
telah membuat aku berada dan aku lupa dia yang telah menjadikan aku seorang
anak manusia. Dialah ibuku. Dialah yang telah kucampakan dari ingatan, dialah
yang telah kukuburkan dalam tapak-tapak ziarahku yang panjang tanpa makna. Kini aku sadar bahwa aku
sadar. Kini aku ingat bahwa aku ingat. Aku ingat bahwa aku lupa akan dia yang
telah menjadikan aku ada dan hidup.
Bila
aku jujur dengan diriku, aku tak akan hidup dan ada tanpa kasih seorang ibu.
Ibu telah memilih dirinya yang terbaik bagiku. Sungguh, Aku dikandungnya tanpa
menyesah. Aku dilahirkan dalam pergulatan penuh pasrah. Aku dibesarkan dengan
kehangatan cinta yang tak terbatas. Seluruh hidupku adalah buah dari
penderitaan yang ditanggungnya, buah dari keringat dan darah yang tak berupah,
buah dari jerih lelah yang tak menuntut balas, buah dari pengorbanan yang tanpa
syarat.
Ibu
hanyalah setitik kecil dari semestaraya. Walaupun demikian dari dialah
kehidupan menjadi nyata. Dialah titik kecil yang telah membuat dunia berwajah.
Mungkinkah ada kehidupan tanpa ibu? Mungkinkah ada kelahiran tanpa ibu? Ibu
adalah segalanya bagiku. Dia telah menunjukaan cintanya yang mahaluas. demikianlah
cinta yang sama mesti saya sebarkan kepada sesama yang membutuhkan. Sama
seperti ibu tidak hidup untuk dirinya sendiri demikianpun aku mesti hidup untuk
oranglain. Memang aku adalah aku, tapi aku tak bisa ada tanpa si dia, mereka,
kamu dan anda, tanpa sesama. Keberadaan yang lain selalu hadir untuk menegaskan
bahwa aku ada. Aku adalah perluasan dari keberadaan sesamaku. Tanpa sesama aku tak akan pernah hidup dan ada. Dia
yang lain yang menegaskan keberadaanku pertama-tama adalah ibuku. Mungkin orang
mengatakan bahwa aku tidak berarti, ada atau tidak sama saja tetapi ibuku pasti
orang pertama dan terdepan, hadir untuk menegaskan keberadaanku. Dia hadir
untuk menegSKAN BAHWA AKU BERARTI SEKURANG-KURANG BAGI DIRINYA. Dia akan
melihat aku tidak hanya sebagai anak tetapi juga sebagai buah kasihnya,
mutiaranya yang berharga. Dia menjaga dan mearwat aku siang dan malam. Tiada
hari tanpa kasih yang ia beri, tiada hari tanpa cinta yang ia sebarkan. Aku
sungguh sadar bahwa seluruh diriku seutuhnya terbentuk oleh kasih itu. Dalam
kasih itulah aku sadar bahwa aku adalah anaknya. Sama seperti adanya ibu
mengaskan keberadaanku demikian pula kehadiranku untuk menegaskan keberadaan
ibuku. Selain itu kehadirankulah yang membuat nama ibu selalu disebut. Ketika
aku menyebut nama ibuku sebenarnya aku ingat akan asal keberadaanku.
Ibu,
kau manusia yang paling luhur dan mulia. Kau diciptakan bukan dari debu tanah
seperti manusia pria, Adam. Kau diciptakan dari tulang rusuk sang pria. Debu
simbol kerapuhan dan tulang simbol kekuatan, keuletan. Apabila manusia pria
atau ayah bekerja sehari perlu istirahat engkau ibu sembilan bulan mengandung,
memikul, menjaga dan merawat aku yang sedang bertumbuh dalam rahimmu yang
kudus. Engkau bekerja siang dan malam,
baik suka maupun duka. Bila aku menangis disaat aku masih bayi engkau menimang,
menggendongku. Bila aku sakit engkau yang pertama merasakan sakitku. Bila aku
lapar engkau memberi air susu yang keluar dari sumber tubuhmu. Hidupmu
seutuhnya dipersembahkan bagiku buah kasihmu yang sedang bersiarah menuju dunia
fana dan akhirnya kau antar menuju dunia kekal. Sejak dalam kandungan kau
mempersiapkan aku untuk bisa menerima, mengalami dunia baru, dunia yang syarat
dengan kekerasan, dunia yang memangsa tanpa rasa salah, dunia yang angkuh tanpa
sesal, dunia yang ganas tanpa belaskasihan, dunia yang beringas tanpa cinta,
dunia yang bejat tanpa tobat. Namun engkau yakin bahwa segalanya akan berkahir
bila kasih menguasai, bila cinta merajai, bila keadaban dihidupi, bila kekerasan
dibalut kedamaian, keangkuhan diselimuti kesetiakawanan, keganasan diselubungi
keramahan, beringas ditudungi kelembutan.
Ibu,
kau ajari aku tuk berani berjuang. Kau didik aku tuk jadi manusia kuat. Kau bimbing
aku tuk jadi pemberani dan kau akhirnya berharap agar aku jadi pemenang dalam
hidup. Aku menang bukan karena serakah, aku menang bukan karena kekejaman, aku menang
bukan karena kerakusan, aku menang bukan karena pencaplokkan, aku menang bukan
karena tipu daya tetapi menang karena kasih dan cinta. Cinta memang selalu
menuntut pengorbanan. Cinta selalu menuntut kebesaran jiwa. Cinta tak bisa ada
tanpa kerelaan hati untuk memberi diri. Engkau tahu bahwa hanya dengan demikian
hidupku akan menjadi lebih berarti dan bermakna.
Hari
boleh berlalu, siang ganti malam, cuaca boleh berubah ada saat kering dan panas
panjang lalu berubah dingin dan hujan, laut boleh berubah ada air pasang ada
air surut, waktu boleh berlalu ada masa lalu, masa kini dan masa datang tapi
cinta seorang ibu tak pernah berubah. Cinta ibu kekal adanya. Kekuatan hidupku adalah ibuku. Ia telah
memberi segala-galanya. Ibu adalah cinta itu sendiri. (D'O BGC)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar