Laman

Kamis, 21 Juni 2012

I B U IBARAT BUDAk UPAHAN (SEBUAH KEGELISAHAN SANG BOCAH)


ketika ziarahku kian panjang, ketika pancarianku kian dalam, tatkala tatapanku makin jauh, kucoba untuk kembali mengingat sesuatu yang terlupakan. Aku lupa dia yang telah menghidupi aku, aku lupa dia yang telah membuat aku berada dan aku lupa dia yang telah menjadikan aku seorang anak manusia. Dialah ibuku. Dialah yang telah kucampakan dari ingatan, dialah yang telah kukuburkan dalam tapak-tapak ziarahku yang panjang tanpa makna. Kini aku sadar bahwa aku sadar. Kini aku ingat bahwa aku ingat. Aku ingat bahwa aku lupa akan dia yang telah menjadikan aku ada dan hidup.
          Bila aku jujur dengan diriku, aku tak akan hidup dan ada tanpa kasih seorang ibu. Ibu telah memilih dirinya yang terbaik bagiku. Sungguh, Aku dikandungnya tanpa menyesah. Aku dilahirkan dalam pergulatan penuh pasrah. Aku dibesarkan dengan kehangatan cinta yang tak terbatas. Seluruh hidupku adalah buah dari penderitaan yang ditanggungnya, buah dari keringat dan darah yang tak berupah, buah dari jerih lelah yang tak menuntut balas, buah dari pengorbanan yang tanpa syarat.
          Ibu hanyalah setitik kecil dari semestaraya. Walaupun demikian dari dialah kehidupan menjadi nyata. Dialah titik kecil yang telah membuat dunia berwajah. Mungkinkah ada kehidupan tanpa ibu? Mungkinkah ada kelahiran tanpa ibu? Ibu adalah segalanya bagiku. Dia telah menunjukaan cintanya yang mahaluas. demikianlah cinta yang sama mesti saya sebarkan kepada sesama yang membutuhkan. Sama seperti ibu tidak hidup untuk dirinya sendiri demikianpun aku mesti hidup untuk oranglain. Memang aku adalah aku, tapi aku tak bisa ada tanpa si dia, mereka, kamu dan anda, tanpa sesama. Keberadaan yang lain selalu hadir untuk menegaskan bahwa aku ada. Aku adalah perluasan dari keberadaan sesamaku. Tanpa  sesama aku tak akan pernah hidup dan ada. Dia yang lain yang menegaskan keberadaanku pertama-tama adalah ibuku. Mungkin orang mengatakan bahwa aku tidak berarti, ada atau tidak sama saja tetapi ibuku pasti orang pertama dan terdepan, hadir untuk menegaskan keberadaanku. Dia hadir untuk menegSKAN BAHWA AKU BERARTI SEKURANG-KURANG BAGI DIRINYA. Dia akan melihat aku tidak hanya sebagai anak tetapi juga sebagai buah kasihnya, mutiaranya yang berharga. Dia menjaga dan mearwat aku siang dan malam. Tiada hari tanpa kasih yang ia beri, tiada hari tanpa cinta yang ia sebarkan. Aku sungguh sadar bahwa seluruh diriku seutuhnya terbentuk oleh kasih itu. Dalam kasih itulah aku sadar bahwa aku adalah anaknya. Sama seperti adanya ibu mengaskan keberadaanku demikian pula kehadiranku untuk menegaskan keberadaan ibuku. Selain itu kehadirankulah yang membuat nama ibu selalu disebut. Ketika aku menyebut nama ibuku sebenarnya aku ingat akan asal keberadaanku.
          Ibu, kau manusia yang paling luhur dan mulia. Kau diciptakan bukan dari debu tanah seperti manusia pria, Adam. Kau diciptakan dari tulang rusuk sang pria. Debu simbol kerapuhan dan tulang simbol kekuatan, keuletan. Apabila manusia pria atau ayah bekerja sehari perlu istirahat engkau ibu sembilan bulan mengandung, memikul, menjaga dan merawat aku yang sedang bertumbuh dalam rahimmu yang kudus. Engkau bekerja  siang dan malam, baik suka maupun duka. Bila aku menangis disaat aku masih bayi engkau menimang, menggendongku. Bila aku sakit engkau yang pertama merasakan sakitku. Bila aku lapar engkau memberi air susu yang keluar dari sumber tubuhmu. Hidupmu seutuhnya dipersembahkan bagiku buah kasihmu yang sedang bersiarah menuju dunia fana dan akhirnya kau antar menuju dunia kekal. Sejak dalam kandungan kau mempersiapkan aku untuk bisa menerima, mengalami dunia baru, dunia yang syarat dengan kekerasan, dunia yang memangsa tanpa rasa salah, dunia yang angkuh tanpa sesal, dunia yang ganas tanpa belaskasihan, dunia yang beringas tanpa cinta, dunia yang bejat tanpa tobat. Namun engkau yakin bahwa segalanya akan berkahir bila kasih menguasai, bila cinta merajai, bila keadaban dihidupi, bila kekerasan dibalut kedamaian, keangkuhan diselimuti kesetiakawanan, keganasan diselubungi keramahan, beringas ditudungi kelembutan.
          Ibu, kau ajari aku tuk berani berjuang. Kau didik aku tuk jadi manusia kuat. Kau bimbing aku tuk jadi pemberani dan kau akhirnya berharap agar aku jadi pemenang dalam hidup. Aku menang bukan karena serakah, aku menang bukan karena kekejaman, aku menang bukan karena kerakusan, aku menang bukan karena pencaplokkan, aku menang bukan karena tipu daya tetapi menang karena kasih dan cinta. Cinta memang selalu menuntut pengorbanan. Cinta selalu menuntut kebesaran jiwa. Cinta tak bisa ada tanpa kerelaan hati untuk memberi diri. Engkau tahu bahwa hanya dengan demikian hidupku akan menjadi lebih berarti dan bermakna.
          Hari boleh berlalu, siang ganti malam, cuaca boleh berubah ada saat kering dan panas panjang lalu berubah dingin dan hujan, laut boleh berubah ada air pasang ada air surut, waktu boleh berlalu ada masa lalu, masa kini dan masa datang tapi cinta seorang ibu tak pernah berubah. Cinta ibu kekal adanya.  Kekuatan hidupku adalah ibuku. Ia telah memberi segala-galanya. Ibu adalah cinta itu sendiri. (D'O BGC) 

Tidak ada komentar: