Laman

Sabtu, 24 September 2011

AJAIBNYA CINTA

Aku tak tahu persis, dunia baru yang kudiami sekarang, sebab tiba-tiba aku berada di suatu tempat yang sangat asing bagiku. Sebuah taman yang seakan tak pernah dikunjungi orang. Aku menggigil ketakutan karena tak harus berbuat apa. Aku mencoba untuk melangkah dan segera berlalu dari tempat ini, teetapi sia-sia saja, sebab aku hanya bisa mengitari taman yang menakutkan itu. “ plak…kkk”. Sebuah ranting terlepas dari batangnya dan jatuh di depanku. Setelah mengangkat kepala, aku melihat Putri adik perempuanku berlari menghampiriku. Pakaiannya putih kemilau, begitu indah dan mempesona. Ia kelihatan sangat bahagia mewarnai potongan wajah mongoloidnya. Begitu cantik dan manis. Tak ada kata yang terucap di bibirnya dan dari balik tatapan polosnya seakan mengatakan padaku “ kak, aku bahagia berada di temppat ini”. Aku mencium dan memeluknya. Ketakutanku perlaha-lahan sirna. Aku betah berada di tempat ini bersama Putri. Ia adalah mutiara indah dalam hatiku. “ Plak…kkk”. Untuk kedua kalinya ranting itu jatuh. Aku menoleh dan melihat seorang gadis melambaikan tangannya kepadaku. “ kak Aldo, kembali! tinggalkan tempat itu”. Teriaknya penuh permohonan. Ia tak mampu menghampiriku yang seakan dibatasi oleh jurang yang amat dalam. Aku berusaha menghampirinya, tetapi Putri selalu memegang tanganku. Aku tak tahu harus berbuat apa. Apakah aku tetap bersama Putri , ataukah pergi menghampiri gadis yang belum kukenal itu. Di tengah kebingunganku ini kembali ranting itu jatuh dan tepat mengenai kepalaku.
“akkh…” Aku merintih kesakitan. Setelah membuka mata kutemukan diriku berbaring di atas tempat tidur di sebuah rumah sakit. Seseoang masih duduk di sampingku dan tertidur, sementara tangan kirinya masih memegang perban putih yang membalut luka di kepalaku. “ apakah tadi aku sedang bermimpi dan siapakah gadis ini”, pikirku dalam hati. Aku belum sempat menemukan jawabannya ketika dia yang di sampingku terbangun. Ia mengumbarkan senyum kegembiraannya padaku. “Irin”, kataku perlahan. “syukurlah kamu telah sadar”, katanya sambil mengusap wajahku yang basah oleh keringat yang sudah melekat di wajahku. “Kamu telah melewatkan masa kritismu. Aku bangga dengan ketegaran hatimu, walau lebih dari 24 jam kamu tak sadarkan diri. Kamu telah mencemaskan aku,”katanya sambil tertawa kecil, tetapi beberapa butiran bening meluncur spontan dari kelopak matanya. Aku hanya diam membisu dan membiarkan diri di peluk oleh gadis, yang selama ini sangat membenciku dan suka mempermalukanku di depan publik. Apalagi dirinya anak seorang pengusaha kaya.


Pada hari selasa pertengahan bulan Mei yang lalu,ia datang ke tempatku sambil membawa lembaran telegram dengan wajah yang penuh prihatin dan sedih. Aku merasa kecewa dengannya sehingga segera menutup pintu setelah menerima lembaran telegram itu dari tangannya. Ternyata babak penderitaanku di mulai. Adiku mengalami kecelakaan lalulintas dan kini sedang dalam keadaan kritis. Aku seakan berada di dunia yang hampir kiamat dan merasa Tuhan sungguh meninggalkanku dan keluargaku.” Kak Aldo”, suara Irin kembali menghadirkan dan membuyarkan lamunan kesedihanku. “Maafkan aku ya? Aku turut prihatin dan sesuatu yang menimpa keluargamu. Aku menemukan kamu terkapar lemas di jalan akibat tertabrak mobil. Syukurlah darah kita sama dan aku mendonorkannya untuk kamu. Kak tak perlu cemas, sebab bapak telah melunasi segala biaya perawatan kakak. Tetapi, tadi pagi saya menerimma telepon bahwa…”ia tak bisa melanjutkan lagi dan menarik napas untuk menemukan kata yang setepat. Aku menatapnya setelah lama menanti suaranya. Air mataku segera meluncur deras setelah melihat sesuatu di balik kebisuan Irin.
“Aku sudah tahu rin… Adikku Putri telah tiada”. Kataku dengan suara parau. “ kakak tahu dari mana?” tanya Irin penasaran. “ Putri adalah adik kandungku”, jawabku. “ Kakak, aku sadar bahwa selama ini aku serinng menyakiti hatimu dan tak pantas untuk mendekati apalagi menasihatimu. Tetapi, aku tahu bahwa saat ini kamu membutuhkannya. Aku hanya ingin mengatakan satu hal pada kakak, hidup ini adalah sebua proses, penuh dinamika dan ketahuilah semua orang merasakannya, termasuk yang namanya duka dan kehilangan. Memang cukup sulit untuk menerima dan melupakan semua yang terjadi. Tetapi, bila kita mau membuka diri dan melihat semuanya itu dalam rencana dan kehendak tuhan. Yakinlah kita bahwa suatu saat kita memasuki rahasia cinta-Nya. Memahami rahasia salib yakni penderitaan, kematian dan kehidupan baru”. Kemudian ia mengecup keningku dan segera berlalu dari ruangan itu seakan ada sesuatu yang terlupakan.
Aku sungguh merasa diteguhkan dan disadarkan olehnya. Irin benar, keseduhan dan kekecewaan yang berkepanjangan tidak bisa menghilangkan situasi yang ada. Aku harus kehilangan Outri, adikku yang sangat kucintai. Aku yakin putri sangat bahagia di rumah Bapa, sebab rumah-Nya ada banyak tempat yang indah. Kupandangi langit-langit kamar ini dengan kata-kata yang tak terucapkan.” Tuhan…. hidup ini ternyata begitu indah, sekalipun wajahku basah oleh air mata duka. Hidup ini sungguh menyyenangkan sekalipun darahku berlumuran kekecewaan dan kegelisahan. Hidup ini membahagiakan kendatipun robek dan terkoyak oleh pisau derita. Kerinduan-Mu bukan hanya megiris jiwa melainkan menoreh kelembutan yang menawan sehingga meski sakit namun indah dan nikmat dalam kepasrahan”.
Irin datang dengan setangkai mawar di tangannya. Setangkai mawar hidup yang dipetiknya di halaman rumah sakit. “aku tahu, cinta itu mengalir bebas. Begitu unik dan aneh, bahkan ada yang mengatakan bahwa cinta itu gila. Dan aku pun tahumharus memulai dari mana, tetapi sesungguhnya aku mencintai kakak. Sebab ketka aku berjumpah denganmu untuk pertama kalinya, aku takut untuk berkenalan denganmu. Ketika aku berkenalan denganmu, aku takut bersahabat denganmu. Ketika aku bersahabat denganmu, aku takut untuk mencintaimu. Maka aku tak tahu harus bagaimana kecuali menarik perhatian kakak, walaupun dengan cara membenci sekalipun.tetapi semakin aku membuat kakak kecewa dan sakit hati, pada saat yang sama aku semakin mencintai kakak. Dan kini, aku mencintai kakak tetapi aku tidak pernah takut kehilangan kakak sebab aku tahu siapa kakak. Seorang yang mengerti dan mengenal sebuah cinta walau dalam derita sekalipun”, katanya polos sambil memberi mawar merah itu padaku dan mengecup keningku.


Aku sangat kagum dengan sikap dan perhatian Irin yang berubah 180 derajat padaku. Kusadari bahwa selama ini aku juga mencintainya walau terkadang aku bingung dengan sikapnya. Kami saling beradu pandang sambil mengalirkan embun cinta di hatiku yang hampir gersang oleh kedukaanku. Dia adalah secercah cahaya, pantulan dari cahaya tuhan sendiri yang telah menerangi hati dan pikiranku. Kami memegang mawar itu dengan tatapan penuh arti dan makna, lalu mengikat janji dalam kelimpahan cinta yang tak akan surut oleh aneka berita dan derita.


Tidak ada komentar: