·
MUSIK PENGIRING (Ku Tak Dapat Jalan
Sendiri)
·
KOMENTAR
Untuk semua hati
Tolong dengar suaraku
Suara yang tak kunjung sampai
Sampaikan, tolong aku
Untuk semua hati
Tolong tuntun aku
Aku tak dapat jalan sendiri
Sendirian aku menggapai harapanku
(Suara-suara ribut di luar panggung. Penuh fitnaan
dan caci-maki. Rilus diusir saudara-saudaranya dari rumah mereka, sehingga
Rilus sampai jatuh tersungkur di panggung. Ia pun berusaha bangun dan mencari
kayu di sekitarnya untuk menuntunnya berjalan. Ketika dia mendapatkan sebuah
kayu, ia pun berjalan tak tahu arah. Ia akhirnya tiba di sebuah batu besar di
pinggir jalan. (Agar adegan ini sedikit terkesan komedi, sebaiknya Rilus
menggunakan Riben. Ketika ia jatuh, selain ia mencari kayu juga mencari riben
yang terlepas. Action bebas.) Ketika sampai di batu, ia berteriak, menangis dan
memukuli dirinya. Ia seolah-olah menyerahkan seluruh hidupnya kepada alam.)
Rilus : (Diiringi
insrumen yang sesuai dan setiap kali ia berteriak mama, bapa dan Tuhan selalu
di sambung oleh suara dari luar panggung.)
Bapa… di mana
kau…mengapa engkau meninggalkan daku di tempat ini (Ia takut pada mentari pagi yang telah tiba, sebab sebentar lagi kesejukkannya
akan pergi. Pergi bersama angannya tetapi apa daya mata tak bisa melihat. Ia
hendak berpaling pada ayahnya. Namun ayahnya lebih dahulu pergi bersama sang
mentari ke tanah rantau.)
Mama… tunggu aku…aku
juga mau ke sana… (Ia takut pada senja
yang telah tiba, sebab sebentar lagi keindahannya akan pergi. Pergi bersama angannya
tetapi apa daya tangan tak sampai. Ia hendak berpaling pada ibunya. Namun
ibunya lebih dahalu pergi bersama sang senja ke alam baka.)
Tuhan… Engkau tidak
adil… Engkau membiarkan aku menderita begini… (Ia berontak kepada Tuhan. Mengapa Tuhan menciptakan senja dan mentari
pagi yang telah merampas kebahagiannya. Ia pula menyesali kehidupannya di bumi
ini. Kehidupan yang sungguh hampa, menjadi yatim, dalam keadaan tak punya mata.
Mengapa Tuhan tidak mengambil saja sewaktu ia menginjak bumi.)
Petrus : (Bersama
istrinya lewat di tempat itu) Hei
pemuda, engkau sedang menunggu siapa?
Rilus : (Kaget) Saya menunggu orangtuaku yang telah
diambil mentari pagi dan senja itu.
Petrus : Tapi sekarang kan sudah sore. Hari ini sudah
mulai gelap.
Rilus : Iya, saya menunggu bersamanya. Kiranya,
bintang-bintang serta bulan malam ini menunjukkan kepada orangtuaku betapa aku
sangat merindukan mereka.
Petrus : Oklah, nak. Sebaiknya engkau bersama kami ke
rumahku untuk menunggu orangtuamu. Mereka pasti kembali bersama mentari pagi
dan senja esok hari.
Rilus : Terima kasih atas niat baiknya. Tetapi di sini
juga aku ingin bebas menangisi kehidupanku. Aku sudah muak dengan kehidupan
yang penuh derita ini.
Petrus : Akh, pemuda ganteng. Jangan kau tangisi
kehidupanmu tetapi cobalah untuk memaknainya. Hiduplah bersama orang lain, agar
segala bebanmu bisa diringankan. Engkau tidak boleh berjalan sendiri apalagi
engkau sedang berada dalam kegelapan hidup.
Rilus : Aku sudah memaknai kehidupanku dan selalu berada
bersama orang lain, bahkan sanak keluarga yang dianggap paling mengerti aku.
Akan tetapi mereka ternyata membawa malapetaka bagi hidupku. Aku diusir,
disingkirkan, bahkan dibuang dari antara mereka. Aku tak percaya lagi terhadap
sesama manusia. Aku sebaiknya berada di alam ini yang justru membawa kedamaian.
Bapak sungguh berniat baik seperti alam ini, tetapi biarlah niat itu
ditangguhkan atas diriku. Pergilah ke sana, di sana masih ada banyak orang
seperti saya.
Petrus : Akh, pemuda ganteng tidak ada gunanya kita
berlama-lama di sini. Kita sebaiknya berbincang-bincang di rumah saja.
Rilus : Terima kasih. Bapak boleh pergi sekarang dan saya
tetap di sini.
Petrus : Jangan. Kita harus sama-sama ke sana.
Rilus : Oklah, saya akan ke sana tetapi sebelumnya saya
ingin menghabis sebuah cerita di sini.
Petrus : Baik.
Rilus : Saya, anak yatim. Ibuku telah meninggal dunia
saat melahirkan aku. Kepergian sang ibu membuat kehidupan ayahku tidak jelas.
Dalam ketakjelasan itu, ia pun memilih untuk merantau. Dan aku dititipkan pada
saudara-saudaranya. Di tengah mereka aku pun hidup menjadi besar. Bertambahnya
usiaku tentu suatu kebanggaan dan kegembiraan bagi mereka. Namun harapan itu
aku tidak bisa memenuhinya. Karena aku tidak bisa melihat, mataku buta. Aku tidak
bisa bekerja keras seperti mereka. Setiap hari aku hanya bisa menghibur mereka
dengan petikan gambus yang kumainkan. Namun mereka bosan. Saudara-saudaraku pun
mengusir aku dari rumah. Awalnya aku pergi ke keluarga lain, tetapi hal yang
sama aku rasakan. Aku pun memilih berada di tempat ini. Siapa tahu bapak dan
mama lewat di tempat ini untuk membawa aku kembali ke pelukan mereka.
Istri P : (Potong)
O…ceritanya begitu. Akh bapak, kita harus ke rumah dan beritahu anak-anak kita
dulu mengenai rencana ini.
Petrus : (Angguk)
Ok pemuda ganteng, kami ke rumah dulu dan besok kami sekeluarga akan ke sini
lagi untuk menjemputmu.
Rilus : (Diam dan
menerawang jauh menembusi cakrawala. Dan diiringi dengan instrument yang sesuai. Suami istri itu pergi)
Rilus : (Setelah
instrument selesai, Rilus kembali bersuara dan agak putus-putus.) Ayah,
mama, Tuhan…. Kamu ke mana? Tolong aku, tolong... Aku tak kuat lagi… (akhirnya ia meninggal, istrumen silentio)
·
KOMENTAR :
Hai semua orang di jagat ini
Kukabarkan kepadamu
Tentang kepergian Rilus ke
hadapan Tuhan
Ia meninggalkan semua pemilik
hati di dunia ini
Ia pergi tanpa pamit
Ia hanya berpesan mohon maaf
dan terima kasih kepadamu semua
Semua yang pernah meninggalkan
dia
Semua yang pernah menghidupi
dia
Semua yang pernah menyakiti
hatinya
Dan juga semua yang pernah
berjanji padanya.
Sdr2 : (Lewat di
tempat itu) Hah… Rilus??? Rilus… Rilus…bagun Rilus. Kami masih mencintaimu.
Jangan tinggalkan kami Rilus. Rilus…. (membawa
mayat Rilus ke luar panggung sambil menangis)
Petrus : (Masuk)
Hah, pemuda itu di mana? (Panggil)
Hei pemuda ganteng, engkau di mana? (Mencari) Apakah dia telah pergi bersama
bintang-bintang dan bulan? Ataukah dia pergi mengadu di hadapan Tuhan atas
deritanya? (Menyesal) Aduh, aku
terlambat.
·
Komentar :
Mengapa manusia masih kurang peduli terhadap sesama?
Mengapa manusia selalu lamban untuk membantu sesame?
Mengapa juga penyesalan selalu saja datang terlambat?
Bagaimana dengan kita?
Marilah kita peduli, saling menaruh hormat, saling membagi dan saling
menolong.
·
Sebuah lagu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar