Laman

Rabu, 15 Februari 2012

SUARA YANG TAK SAMPAI



·         MUSIK PENGIRING (Ku Tak Dapat Jalan Sendiri)
·         KOMENTAR
Untuk semua hati
Tolong dengar suaraku
Suara yang tak kunjung sampai
Sampaikan, tolong aku

Untuk semua hati
Tolong tuntun aku
Aku tak dapat jalan sendiri
Sendirian aku menggapai harapanku

(Suara-suara ribut di luar panggung. Penuh fitnaan dan caci-maki. Rilus diusir saudara-saudaranya dari rumah mereka, sehingga Rilus sampai jatuh tersungkur di panggung. Ia pun berusaha bangun dan mencari kayu di sekitarnya untuk menuntunnya berjalan. Ketika dia mendapatkan sebuah kayu, ia pun berjalan tak tahu arah. Ia akhirnya tiba di sebuah batu besar di pinggir jalan. (Agar adegan ini sedikit terkesan komedi, sebaiknya Rilus menggunakan Riben. Ketika ia jatuh, selain ia mencari kayu juga mencari riben yang terlepas. Action bebas.) Ketika sampai di batu, ia berteriak, menangis dan memukuli dirinya. Ia seolah-olah menyerahkan seluruh hidupnya kepada alam.)

Rilus      : (Diiringi insrumen yang sesuai dan setiap kali ia berteriak mama, bapa dan Tuhan selalu di sambung oleh suara dari luar panggung.)
Bapa… di mana kau…mengapa engkau meninggalkan daku di tempat ini (Ia takut pada mentari pagi yang telah tiba, sebab sebentar lagi kesejukkannya akan pergi. Pergi bersama angannya tetapi apa daya mata tak bisa melihat. Ia hendak berpaling pada ayahnya. Namun ayahnya lebih dahulu pergi bersama sang mentari ke tanah rantau.)
Mama… tunggu aku…aku juga mau ke sana… (Ia takut pada senja yang telah tiba, sebab sebentar lagi keindahannya akan pergi. Pergi bersama angannya tetapi apa daya tangan tak sampai. Ia hendak berpaling pada ibunya. Namun ibunya lebih dahalu pergi bersama sang senja ke alam baka.)
Tuhan… Engkau tidak adil… Engkau membiarkan aku menderita begini… (Ia berontak kepada Tuhan. Mengapa Tuhan menciptakan senja dan mentari pagi yang telah merampas kebahagiannya. Ia pula menyesali kehidupannya di bumi ini. Kehidupan yang sungguh hampa, menjadi yatim, dalam keadaan tak punya mata. Mengapa Tuhan tidak mengambil saja sewaktu ia menginjak bumi.)
Petrus : (Bersama istrinya lewat di tempat itu) Hei pemuda, engkau sedang menunggu siapa?
Rilus   : (Kaget) Saya menunggu orangtuaku yang telah diambil mentari pagi dan senja itu.
Petrus : Tapi sekarang kan sudah sore. Hari ini sudah mulai gelap.
Rilus   : Iya, saya menunggu bersamanya. Kiranya, bintang-bintang serta bulan malam ini menunjukkan kepada orangtuaku betapa aku sangat merindukan mereka.
Petrus : Oklah, nak. Sebaiknya engkau bersama kami ke rumahku untuk menunggu orangtuamu. Mereka pasti kembali bersama mentari pagi dan senja esok hari.
Rilus   : Terima kasih atas niat baiknya. Tetapi di sini juga aku ingin bebas menangisi kehidupanku. Aku sudah muak dengan kehidupan yang penuh derita ini.
Petrus : Akh, pemuda ganteng. Jangan kau tangisi kehidupanmu tetapi cobalah untuk memaknainya. Hiduplah bersama orang lain, agar segala bebanmu bisa diringankan. Engkau tidak boleh berjalan sendiri apalagi engkau sedang berada dalam kegelapan hidup.
Rilus   : Aku sudah memaknai kehidupanku dan selalu berada bersama orang lain, bahkan sanak keluarga yang dianggap paling mengerti aku. Akan tetapi mereka ternyata membawa malapetaka bagi hidupku. Aku diusir, disingkirkan, bahkan dibuang dari antara mereka. Aku tak percaya lagi terhadap sesama manusia. Aku sebaiknya berada di alam ini yang justru membawa kedamaian. Bapak sungguh berniat baik seperti alam ini, tetapi biarlah niat itu ditangguhkan atas diriku. Pergilah ke sana, di sana masih ada banyak orang seperti saya.
Petrus : Akh, pemuda ganteng tidak ada gunanya kita berlama-lama di sini. Kita sebaiknya berbincang-bincang di rumah saja.
Rilus   : Terima kasih. Bapak boleh pergi sekarang dan saya tetap di sini.
Petrus : Jangan. Kita harus sama-sama ke sana.
Rilus   : Oklah, saya akan ke sana tetapi sebelumnya saya ingin menghabis sebuah cerita di sini.
Petrus : Baik.
Rilus   : Saya, anak yatim. Ibuku telah meninggal dunia saat melahirkan aku. Kepergian sang ibu membuat kehidupan ayahku tidak jelas. Dalam ketakjelasan itu, ia pun memilih untuk merantau. Dan aku dititipkan pada saudara-saudaranya. Di tengah mereka aku pun hidup menjadi besar. Bertambahnya usiaku tentu suatu kebanggaan dan kegembiraan bagi mereka. Namun harapan itu aku tidak bisa memenuhinya. Karena aku tidak bisa melihat, mataku buta. Aku tidak bisa bekerja keras seperti mereka. Setiap hari aku hanya bisa menghibur mereka dengan petikan gambus yang kumainkan. Namun mereka bosan. Saudara-saudaraku pun mengusir aku dari rumah. Awalnya aku pergi ke keluarga lain, tetapi hal yang sama aku rasakan. Aku pun memilih berada di tempat ini. Siapa tahu bapak dan mama lewat di tempat ini untuk membawa aku kembali ke pelukan mereka.
Istri P  : (Potong) O…ceritanya begitu. Akh bapak, kita harus ke rumah dan beritahu anak-anak kita dulu mengenai rencana ini.
Petrus : (Angguk) Ok pemuda ganteng, kami ke rumah dulu dan besok kami sekeluarga akan ke sini lagi untuk menjemputmu.
Rilus   : (Diam dan menerawang jauh menembusi cakrawala. Dan diiringi dengan instrument  yang sesuai. Suami istri itu pergi)
Rilus   : (Setelah instrument selesai, Rilus kembali bersuara dan agak putus-putus.) Ayah, mama, Tuhan…. Kamu ke mana? Tolong aku, tolong... Aku tak kuat lagi… (akhirnya ia meninggal, istrumen silentio)

·         KOMENTAR :
Hai semua orang di jagat ini
Kukabarkan kepadamu
Tentang kepergian Rilus ke hadapan Tuhan
Ia meninggalkan semua pemilik hati di dunia ini
Ia pergi tanpa pamit

Ia hanya berpesan mohon maaf dan terima kasih kepadamu semua
Semua yang pernah meninggalkan dia
Semua yang pernah menghidupi dia
Semua yang pernah menyakiti hatinya
Dan juga semua yang pernah berjanji padanya.

Sdr2    : (Lewat di tempat itu) Hah… Rilus??? Rilus… Rilus…bagun Rilus. Kami masih mencintaimu. Jangan tinggalkan kami Rilus. Rilus…. (membawa mayat Rilus ke luar panggung sambil menangis)
Petrus : (Masuk) Hah, pemuda itu di mana? (Panggil) Hei pemuda ganteng, engkau di mana? (Mencari) Apakah dia telah pergi bersama bintang-bintang dan bulan? Ataukah dia pergi mengadu di hadapan Tuhan atas deritanya? (Menyesal) Aduh, aku terlambat.

·         Komentar :
Mengapa manusia masih kurang peduli terhadap sesama?
Mengapa manusia selalu lamban untuk membantu sesame?
Mengapa juga penyesalan selalu saja datang terlambat?
Bagaimana dengan kita?
Marilah kita peduli, saling menaruh hormat, saling membagi dan saling menolong.

·         Sebuah lagu







Tidak ada komentar: