Laman

Minggu, 01 April 2012

PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI UNTUK HARI PERANTAU DAN PENGUNGSI SEDUNIA PARA PERANTAU DAN EVANGELISASI BARU




Diterjemahkan oleh Tinus Ama *

Berikut ini merupakan pesan dari Yang Mulia Paus Benediktus XVI untuk memperingati 98 tahun Hari Perantau dan Pengungsi Sedunia tahun 2012 dengan tema:Migrasi dan Evangelisasi Baru” yang akan diperingati pada 15 Januari 2012.
Saudara-saudari terkasih,
Mewartakan Yesus Kristus sebagai penebus dunia merupakan esensi misi Gereja. Hal ini menjadi tugas dan misi yang amat mendesak sekarang ini (Evangelii Nuntiandi, 14). Tentu saja, pada masa sekarang dirasa amat urgen untuk memberikan daya dorong yang segar dan pendekatan baru untuk karya pewartaan  di dunia guna menghancurkan tembok pemisah dan globalisasi baru yang semakin mendekatkan tiap pribadi. Dua hal yang menjadi penyebab yaitu: perkembangan alat-alat komunikasi sosial dan mobilitas masyarakat yang begitu tinggi. Dalam situasi baru ini kita mesti membangkitkan dalam diri masing-masing kita sikap antusias dan keberanian yang dimotivasi oleh semangat komunitas Kristen perdana untuk mewartakan kebaruan Injil kemana-mana tanpa gentar. Kita hendaknya berpegang pada kata-kata St. Paulus: “Karena jika aku memberitakan injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku jika tidak memberitakan injil!” (1 Kor 9:16).
  ”Migrasi dan Evangelisasi Baru” merupakan tema yang saya pilih pada tahun ini untuk Hari Perantau dan Pengungsi Sedunia. Kenyataan ini mengajak Gereja untuk memulai suatu evangelisasi baru, yang juga merupakan fenomena luas dan kompleks dari gerakan kemanusiaan. Panggilan ini berihktiar untuk mengintensifkan aktivitas misioner baik bagi daerah yang baru membuka lahan Penginjilan, maupun bagi negara-negara yang tradisi kekristenannya sudah kuat.
Beato Yohanes Paulus II mengajak kita untuk “memperkaya diri dengan sabda untuk menjadi pelayan sabda dalam pewartaan di tengah situasi yang beragam serta tuntutan yang semakin tinggi, dalam konteks globalisasi, dan dalam keanekaragaman budaya (Novo Millennio Ineunte, 40).  Kenyataan  bahwa migrasi internal dan internasional, sebagai sebuah pencarian demi kondisi hidup yang lebih baik atau untuk keluar dari penganiyaan, peperangan, kekerasan, kelaparan atau bencana alam telah membawa konsekuensi yang belum terjadi sebelumnya  terhadap pribadi dan masyarakat. Hal ini merupakan suatu masalah baru yang bukan hanya mencakup sisi kemanusiaan, melainkan juga etika, agama, dan spiritual. Konsekuensi terkini tampak nyata dalam sekularisasi, desakan dari gerakan-gerakan sektarian dan melebarnya ketidakpedulian terhadap iman Kristen. Dampak-dampak ini mengarah pada fragmentasi yang merupakan penghambat penyatuan sebuah keluarga yang penuh persaudaraan dalam masyarakat yang multi-etnis dan beragam budaya, dimana setiap orang dari beragam religi diajak untuk mengambil bagian dalam dialog. Era kita ditandai pencobaan untuk menghapuskan Tuhan dan ajaran Gereja dari horizon kehidupan, ketika keraguan, skeptisisme dan keberbedaan merangkak pelan-pelan untuk mengeliminasi alat penglihatan sosial dan simbolik dari iman Kristen.
Dalalm konteks ini para migran yang telah mengenal Yesus Kristus tidak jarang kehilangan iman akan Yesus Kristus, menyangkal diri sebagai anggota Gereja, dan hidup tidak sesuai dengan ajaran injil dan Gereja. Hal ini disebabkan oleh daerah tujuan perantauan yang minoritas kristen, dan agama Kristen yang direduksi sebagai fakta budaya. Di sini Gereja dihadapkan dengan tantangan untuk membantu para migran dalam  menjaga api iman mereka, lebih jauh ketika para migran dicabut dari semangat budaya yang berasal dari negeri asalnya, dan membuat mereka untuk tetap berpegang pada sabda Allah. Pada beberapa kasus, hal tersebut merupakan satu kesempatan untuk memproklamirkan bahwa dalam diri Yesus kemanusiaan merupakan bentuk pengambilbagianan dalam misteri Tuhan teristimewa dalam hidup Yesus yang diwarnai oleh cinta. Kemanusiaan juga dibuka pada horizon akan harapan dan damai dan juga melalui dialog yang penuh rasa hormat dan bersaksi tentang persaudaraan. Di lain pihak di sana ada kemungkinan perwujudan kembali akan kesadaran kristiani yang telah redup melalui pembaharuan evangelisasi kabar Suka cita dan konstitensi kesadaran hidup Kristiani demi adanya kemungkinan penemuan kembali kedekatan dengan Kristus untuk menjadi kudus dimana saja berada termasuk di tanah perantauan.
Fenomena migrasi pada masa kini juga menjadi kesempatan yang ditakdirkaan demi pemaklumkan Injil kepada dunia kontemporer. Pria dan wanita dari beragam daerah di jagad ini yang belum berjumpa dengan Yesus Kristus atau hanya mengetahuinya secara parsial  dianjurkan untuk menerima tradisi Kristen tua. Sungguh hal ini baik demi menemukan cara yang memadai bagi mereka untuk bertemu Yesus dan mengenal Yesus Kristus dan mengalami sebagai hadiah berharga sebagai penebus bagi setiap orang, sebagai sumber kelimpahan hidup (bdk Yoh 10:10); dalam diri para perantau terdapat peran khusus menjadi “ bentara Sabda Allah dan saksi-saksi bagi Yesus yang bangkit, harapan seluruh dunia” (Nasihat Apostolik Verbum Domini, 105).
Para pelaku pastoral: para imam, biarawan-biarawati, serta kaum awam berperan penting dalam rencana evengelisasi baru dalam konteks perantauan. Mereka berkarya lebih banyak dalam konteks yang beragam: dalam kesatuan dengan para koleganya sesuai gambaran Magisterium Gereja. Saya  mengundang mereka semua  untuk mencari jalan bagi syering persaudaraan dan pemakluman penuh hormat, mengatasi oposisi dan nasionalisme. Tugas mereka adalah harus menemukan cara  untuk meningkatkan kerja sama demi kepentingan baik bagi siapa yang akan pergi maupun kembali, dan bagi migran yang sementara dalam perjalanan yang sungguh membutuhkan kedekatan dengan wajah Kristus. Dibutuhkan suatu pelayanan pastoral yang lebih komunio, yang mana mampu mengatasi keberbedaan budaya di tanah perantauan.
Para pencari suaka yang melarikan diri dari penganiayaan, kekerasan dan situasi-situasi penuh risiko, senantiasa membutuhkan pengertian dan sambutan sebagai bentuk penghargaan terhadap harkat dan martabatnya. Penderitaan mereka perlu dibela dengan cara menunjukkan sikap saling menerima, mengatasi ketakutan dan mencegah berbagai bentuk diskriminasi, dan membuat ketentuan bagi suatu solidaritas yang konkret juga melalui struktur yang jelas demi kenyamanan dan program-program pengaturan. Rasa saling menerima antara komunitas negara yang berbeda-beda, dan semua mereka yang telah dengan hati lapang menerima saudara yang melarikan diri, merupakan bentuk tanggung jawab antara negara.
Pers dan media lainnya mempunyai peran penting dalam pemberitaan secara tepat, objektif, dan jujur situasi dari mereka  yang ditekan untuk meninggalkan tanah airnya dan semua yang mereka kasihi  dan berkeinginan untuk membangun hidup baru.
Komunitas kristiani harus memberikan bentuk perhatian tertentu kepada para migran pekerja dan keluarganya dengan menemani mereka dalam doa, sikap solider dan karitas Kristen dengan saling memperkaya, mengembangkan sebuah politik yang baru, rencana ekonomi dan sosial yang menunjukkan respek bagi martabat setiap umat manusia, perlindungan bagi keluarga, akses rumah layak pakai, untuk berkarya dan kesejahteraan.
Para imam, biarawan-biarawati, kaum awam dan segenap muda-mudi mesti lebih peka untuk memberikan dukungan bagi saudara-saudarinya yang sedang menjauhkan diri dari kekerasan, menghadapi suatu gaya hidup dan kesulitan berintegrasi. Proklamasi penebusan Yesus Kristus sungguh menjadi sumber kelegaan, harapan dan penuh kegembiraan (Bdk. Yoh. 15:10)
Akhirnya, saya mesti menyebutkan situasi sejumlah pelajar internasional yang sedang menghadapi masalah penyatuan, kesulitan birokratis, kesulitan penginapan dan bangunan yang layak. Komunitas Kristen sungguh menjadi peka, secara khusus bagi muda-mudi yang mencari bentuk hidupnya, membutuhkan titik perbandingan demi perkembangan budaya, dan memiliki dalam hatinya kehausan mendalam akan kebenaran dan rindu berjumpa dengan Tuhan. Universitas-universitas sebagai sumber inspirasi, yang pada jalur khusus menjadi saksi dan penyebar evangelisasi, secara serius berkomitmen untuk menyumbang masyarakat, budaya, perkembangan manusia dalam lingkungan akademik. Mereka juga mempromosikan dialog antar budaya dan meningkatkan kontribusi yang dapat diberikan oleh mahasiswa internasional. Jika mereka ini menjadi sejumlah saksi dan teladan hidup kristianis Injil yang otentik,  hal ini sungguh akan mendorong mereka menjadi agen-agen evangelisasi baru.
Sahabat-sahabat terkasihku, marilah kita bersama Maria pengantara sebagai ”Bunda Pelindung”, sehingga sukacita pengabaran penebusan dalam Yesus Kristus akan memberikan  harapan dalam hati kita masing-masing dan bagi mereka yang berjalan di dunia ini. Untuk semua saya mencurahkan berkat apostolikku.   

Vatikan, 21 September 2011
   Calon Imam Keuskupan Denpasar



[1] Tulisan ini disadur dari pesan Paus Benediktus XVI untuk hari migran dan pengungsi tahun 2012  dalam majalah L’OSSERVATORE ROMANO. Number 43, Wednesday, 26 October 2011.

Tidak ada komentar: