Laman

Kamis, 29 Maret 2012

BALADA PENYALIBAN


Yesus berjalan ke Golgota
disandangnya salib kayu
bagai domba kapas putih.
Tiada mawar-mawar di jalanan
tiada daun-daun palma
domba putih menyeret azab dan dera
merunduk oleh tugas teramat dicinta
dan ditanam atas maunya.
Mentari meleleh
segala menetes dari luka
dan leluhur kita Ibrahim
berlutut, dua tangan pada Bapa:
- Bapa kami di sorga
telah terbantai domba palling putih
atas altar paling agung.
Bapa kami di sorga
Berilah kami bianglala!

Ia melangkah ke Golgota
jantung berwarna paling agung
mengunyah dosa demi dosa
dikunyahnya dan betapa getirnya.
Tiada jubah terbentang di jalanan
bunda menangis dengan rambut pada debu
dan menangis pula segala perempuan kota.
- Perempuan!
mengapa kautangisi diriku
dan tiada kautangisi dirimu?
Air mawar merah dari tubuhnya
menyiram jalanan kering
jalanan liang-liang jiwa yang papa
dan pembantaian berlangsung
atas taruhan dosa.
Akan diminumnya dari tuwung kencana
anggur darah lambungnya sendiri
dan pada tarikan napas terakhir bertuba:
- Bapa, selesailah semua!
(dari Ballada Orang-orang Tercinta, 1957)

Selasa, 13 Maret 2012

RAUNGAN WAKTU



Dari lembaran itu...
 Putri.... Di manakah sekarang kamu berada.......? Kujumpai tiap kata yang dulu menyembahmu. Kutarik lembar demi lembar kenangan yang telah bersedia menjadi saksi dari senyum kita. Kusapa tiap kata dalam sebuah perenungan panjang, dan aku tenggelam lagi dalam kerinduan tentangmu.
Aku menjamahmu dan kau menggenggam erat hatiku. Kau cairkan luka hati kesendirianku. Kau jadikan semua penuh arti, lalu aku kehilanganmu. Aku sempat lumpuh karenamu. Kini tiap anganku masih menjuntai di antara langit dan bumi.
 di manakah sekarang kamu berada........? pernah kuceritakan tiap keraguan hatiku padamu. Tapi matamu telah menumbuhkn satu jiwa yang lain selain jiwaku. Benih itu benar-benar telah menemukan kebutuhan hidupnya. Sepertinya dia memang adalah jiwa cintaku padamu, karena dia telah menemukan unsur-unsur itu dari pancaranmu. Tapi kadang kamu memancar terlalu terang. Silau dan panas yang sangat hebat telah membuat aku layu dan meninggalkanmu.
Putri,,,, di manakah sekarang kamu berada....? Aku telah menjelmakan semestaku hingga semua orang mampu melihat taburan bintang di sudut mataku. Aku bertahta di atas tiap kata-katayang terpancar dari ujung langit, dan aku menghadiahkan semuanya untukmu. Aku kini menjadi imajinasi murni yang tersadar akan kenyataan. Aku mencintaimu karena Tuhan telah menyematkan benih itu pada ladang hatiku. Aku mencintaimu, karena para mlaikat telah merestuai keluhuran hatiyang tertanam dalam dada manusia. Aku mencintaimu karena cinta, tapi kini aku benar-benar kehilanganmu. (D'O)

KEBENARAN BELUM MATI

Fr. Raul Mbete
Prolog : Daun-daun kesombongan dan keangkuhan telah gugur berjatuhan… tertiup angin, dan entah kemana mereka terbang…jauh, tak satupun yang tahu…sekarang yang tinggal hanyalah kekosongan…kekosongan yang selalu berharap,kekosongan yang rela menanti tuk diselimuti sebuah kisah tentang KEBENARAN … setidaknya untuk dapat membongkar kebrutalan yang selalu memakan korban,menghancurkan naluri binatang para aktor pembunuhan…lantas, apa yang harus dimiliki??? Sadar…yang sepenuhnya…kesadaran…Yang dari Allah…”KESADARAN SUCI…”

ADEGAN I

Latar      : Rumah keuarga Hector. Hector,Rahel,Bara,Pares dan Laura. Layar dibuka.
           Hector    : (Gelisah berjalan kesana kemari perasaannya masih tak  menentu…batinnya bergejolak pasti…terus…berjalan tanpa arah berkelana tanpa   tujuan…apa yang ingin ia gapai???)Rasa-rasanya aku semakin tak sanggup menghadapi semua ini(berpikir sejanak) apakah aku harus mengkhianati Herodes?Ataukah aku harus membinasakan nyawa tak berdosa dari raja baru itu? Akh, Entahlah, tapi sepertinya perasaanku mengatakan lain, entah apa? Tiba-tiba aku takut dan gelisah untuk kemudian menyadari ketakpantasanku. Aku tak tega membunuh Raja baru itu. Ya aku tak punya hak sedikitpun atas nyawanya. Harus kuakui kalau aku memang tak sanggup melakukannya. Sekiranya darah suci itu tak boleh tumpah setitikpun dari tangan seorang pembunuh sepertiku. Cukuplah sudah mayat-mayat orang Filistea dan Nabatea menjadi akhir dari seluruh kisahku.Kisah kelam yang telah menghantarku sampai pada titik ini, rasa-rasanya ada sesuatu yang telah mengubah seluruh hidupku. Ia menyentuh dengan hati dan menyapa lewat perasaan. (Berjalan ke depan lalu memanggil Bara) Bara……….!!!
Bara        : (masuk) Apakah tuan memanggil saya???
Hector    : Pergilah ke Betlehem, di kota Daud dekat padang Efrata dan carilah berita tentang bayi yang baru dilahirkan malam ini. Tapi ingat, jangan sampai gerak-gerikmu tercium oleh para prajurit istana yang lain.
Bara        : Kalau boleh hamba tahu, ada apa sebenarnya dengan bayi itu?
Hector    : Sudahlah!!! aku tak punya banyak waktu untuk menjelaskan semuanya, nanti kau juga akan tahu. Lagi pula aku tak sanggup menjelaskan semua ini sementara kebimbangan masih terus menghantuiku. Sekarang pergilah sebelum terlambat.
Bara        : (mengangguk) baik tuan!!! (Lalu keluar)
Hector    : (berpikir) pasti Herodes akan marah besar,seandainya ia tahu akan semua ini… tapi sudahlah…aku siap menerima apapun yang akan terjadi…bahkan kematian sekalipun!!! Lebih baik aku mati demi kebenaran, ketimbang aku hidup di atas keangkuhan yang tak bertanggungjawab. Sudah cukup kekejaman Herodes menyiksa rakyat yang tak berdosa.  Kiranya kehadiran Raja Baru itu menjadi tanda yang menyelamatkanku dan semua orang yang mencintai kebenaran…(tertegun sesaat)
(Tak lama kemudian Rahel  masuk…lalu mendekati Hector)
Rahel      : Apa yang kau pikirkan Hector? Kau kelihatan sangat gelisah…tak seperti biasanya kau tampak seperti ini???
Hector    : seandainya kau tahu apa yang kurasakan, tentu kau tak bedanya dengan aku,,,mendekap dalam kegelisahan ini..
Rahel      : Apa yang sedang kau rasakan, suamiku??? Kuharap bukanlah kesedihan yang meracuni pikiranmu apalagi kesepian yang mengekang hari-harimu. Kalau boleh aku tahu apa gerangan yang menambati perasaan hatimu???
Hector    : Entahlah…tiba-tiba saja aku takut akan perasaanku sendiri, aku takut suatu saat aku tak sanggup membendungnya, karena mungkin ia telah mengalir bersama darahku dan menyatu dengan dagingku.......(baca naskah)

EPISODE TERAKHIR (Sebelum Maut itu Datang Jemput Aku)



I
Kelam malam mendekam seram
Tersekap Aku dalam genggaman kebimbangan
Menjemput kecut-takut
Peluh menetes dari
Sujud Aku tengadah pada-Mu
“ Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau ambillah cawan ini dari pada-Ku tapi bukan kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi”

II
Di pekatnya malam pawai berarak
Dengan obor di tangannya
Temui Raga duka dibalut sepi
Ditinggal pergi Bapa
Sebuah kecupan merenggut Aku dalam derita
“Apakah dengan kecupan in kau menyerahkan  aku???”

III
Berlangsunng sudah pembantaian
Entah ke mana mereka menyeret-Ku pergi
Murid tersayang mengintai dari balik semak
Letup kalimat penyangkalan dari rongga mulutnya
Dan kokok jago pecahkan sepi malam
Terjawab sudah sumpah palsu atas Diri-Ku

IV
Kehadapan tuan agung wilayah itu
Sekedar minta persetujuan
Dan sebuah lakon ketidakadilan dipertontonkan
Pada jutaan mata penuh amarah
Dan gemuruh suara membahana
“Salibkan Dia!!!!! enyahkan Dia!!!!!
Sebuah keputusan cacat menjerat Aku

V
Malam beranjak menghilang
Embun menghampar
Seiring kembang kamboja harum semerbak
Pertanda dukacita makin mendekat
Aku digiring pergi menuju bukit duka nun jauh disana
Dengan beban teramat berat menyusuri jalanan kerontang

Segala menetes dari luka
Merah merembes dari tulang keropos
Ratap tangis silih ganti berurutan
Di sudut setapak Bunda berdiri
Menahan getir hatinya yang pedi, pilu
Tatap Aku dalam tangis


VI
Mentari meleleh
Terkapar Aku pada palang
Lalu gelap membentang
Jadi sunyi penuh suci
“Allah-Ku ya Allah-Ku Mengapa Kau tinggalkan Aku?”
Sayup terdengar isak
Lantas senyap kembali mengepul
Di akhir hembusan terucap
“ Bapa selesailah sudah”

ISA DI ATAS PUSARA BISUMU
MINTA AMPUNMU ATAS SALAHKU
Di PUSARAN WAKTU
KAMI MENANTI JAWABAN ATAS KEMENANGANMU
DI HARI BANGKITMU
(fr.Ino Koten)






SALIB ADALAH CINTA



Penginjil  Lukas  menghadirkan kisah dramatis kematian Tuhan Yesus. Kematian Tuhan bukan hanya merobaek-robek hati pengikut setianya, tetapi serentak juga meminta penjelasan dari alam. Kegelapan meliputi daerah itu, tabir bait suci terbelah dua, dan terdengarlah ungkapan hati yang jujur dari kepala pasukan, “sungguh orang ini adalah anak Allah”. Tuhan mati mengenaskan di tiang salaib. Inikah  kesalahan terbesar orang Yahudi karena telah membunuh Tuhan? Atau kebebalan hati yang tidak tertembus belas kasih dari serdadu Romawi? Lalu apakah kejadian 2000 tahun silam juga tidak diakibatkan oleh dusta zaman ini? Apakah kita berayun bebas melemparkan tanggung jawab dan menimpahkan kesalahan, murni kepada bangsa Yahudi dan serdadu Romawi? Klaim kita…kita bukan pembunuh tapi murid-murid-Nya. Kitalah yang menurunkan Tuhan dari salib, memandikan-Nya dengan air mata kita, menguburkan-NYa, dan menantikan kegemilangan kebangkitan-Nya.

            St. Lukas melukiskan, Tuhan sangat sendiri dalam kematianNya. Bahkan semua orng yang mengenal Yesus dari dekat, termasuk perempuan-perempuan yang mengikuti Dia dari Galilea, berdiri jauh-jauh ketika menyaksikan Tuhan mati, pelan-pelan dan mengenaskan. Mereka tidak pernanh mendampingi-Nya  begitu dekat di saat-saat terakhir hidup-Nya. Mereka berdiri sangat jauh bahkan tidak mendengar teriakan Tuhan yang nyaring kepada Bapa-Nya. Bahkan mereka memisahkan dirinya dari pembunuh yang mungkin bertobat, yang menyaksikan kematian Tuhan sangat dekat, yang memukul-mukul diri mereka, yang menyadari  bahwa diri mereka juga adalah pembunuh.
            Dan kita? Kita adalah murid-murid Tuhan yang berdiri jauh itu, yang tidak menyadari diri bahwa kita jugalah pembunuh-Nya. Memang kematian  Tuhan lebih karena cinta. Memang cinta Tuhan mesti berakhir pada salib. Cinta adalah salib. Tetapi kita juga harus menyadari bahwa kita juga ikut bertangung jawab atas kematian Tuhan. Kita telah membunuh Tuhan karena menganggap diri sujci lalu memisahkan diri dari orang berdosa yang mau bertobat. Kita adalah pembunuh Tuhan ketika kita berseru  nyaring  perihal cinta kasih padahal kita mengabaikan orang miskin, lemah, menderita yang lalu-lalang di depan kita, di sekitar kita. Kita telah menusuk hati Tuhan ketika kita mengajarkan kepada orang lain agar merawat orang sakit, membalut luka mereka, membersihkan penyakit sosial. Sedangkan kita sendiri tidak pernah menyentuhnya. Ya…kita, calon imam dan imam, semua warga komunitas Rita, semua yang hadir pada sore ini. Tuhan pernah bilang, “segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang  saudaraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”. Kita mungkin juga telah menguburkan Tuhan ketika kita tetap mempertahankan kemunafikan hanya untuk citra diri, gengsi, yang sebenarnya tidak kita restui. Hinggal kita menilai apakah Nietszche salah…atau mungkin, dia  benar bahwa kita telah membunuh Tuhan dengan laku kita.(Safan)


YESUS MENASIHATI WANITA-WANITA YANG MENANGIS


Tapak-tapak Golgota membias kenangan. Air mata wanita-wanita Yerusalem mengalir tak terbendung. Teriris hati mereka menatap Yesus telanjang dada dengan bilur sekucur tubuh, dikawal  prajurit berderet dengan cambuk dan cemeti, sembari memikul salib menuju Bukit Kalvari. Sungguh, mereka tak sudi menyaksikan kengerian ini. Mereka tak tahu harus mengatakan apa tentang getar-getar perasaan mereka, tentang rasa duka dan solidaritas mereka terhadap penderitaan Sang Almasih. Yang ada hanyalah kepasrahan. Kepasrahan cinta para wanita Yerusalem yang letih dan gerah, yang tak berdaya dan tak punya kuasa untuk melawan para penguasa lalim dan para sedadu bengis yang  telah mempertontonkan episode penderitaan yang sungguh tidak berprikemanusiaan.
Yesus menanggapi rasa iba dan mendengar ratapan mereka.  Dia tak mau kita terlarut dalam rasa duka yang berkepanjangan, mengharukan, menggetarkan dan menusuk nurani kemanusiaan kita. “Jangan kamu menangisi Aku, tetapi tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu”. Nasihat yang diperdengarkan kepada para wanita ini merupakan kritikan pedas untuk kita. Dengan ini Yesus menginginkan kita menangisi atau menyadari dosa kita. Kita berbalik dari dosa, yang berarti merubah sikap batin dan pandangan hidup, melepaskan masa silam yang kelabu, mengakui kesalahan-kesalahan, menghilangkan nilai-nilai yang dihayati secara palsu, membebaskan diri dari keterkungkungan diri yang egoistis dan egosentris, melenyapkan sikap pasrah terhadap kenyataan ketakberdayaan yang diperdayakan, membebaskan dari ikatan yang tidak berkenan kepada Tuhan, yang berlawanan dengan tuntutan Ilahi. FR. ISTO DUA

DILEMA


Dilema mengandaikan situasi dengan dua pilihan yang bernilai sama ; sama besar pengorbanan yang harus dikeluarkan, sama berat risiko yang diterima, sama besar hasil yang diperoleh,. Sebuah peribahasa tua ; ‘bagai makan buah simalakama’,  mungkin bisa membantu kita tahu lukisan situasi dilema. Di satu pihak, memilih makan buah simalakama, berarti kita mempercepat waktu kematian kita. Di pihak lain, memilih tidak makan, berarti menambah tingkat, kualitas kesengsaraan kita. Keputusan dan tindakan dalam situasi dilematis, tidak bisa tidak melahirkan penilaian yang bernuansa kurang-negatif, atau penilian yang jauh dari titik maksimum (kebaikan, kesempurnaan, positif, dan sebagainya).    Situasi dilematis datang dan menyerang siapa saja. Hidup itu suatu pilihan ; bukan hanya menunjukkan bahwa hidup itu pilihan dari opsi lain yaitu kematian tetapi juga menegaskan banyaknya pilihan yang harus dialami dalam hidup. Manusia hidup dan oleh karenaya manusia dihadapkan dengan pilihan dalam hidup. Situasi dilematis pun datang dan mendiami rumah pastoran. Pastor punya dilema, dalam ungkapan yang trend saat ini ; dilema pastor dalam memilih pilihan atau membuat keputusan. Saat lebih memilih tinggal dipastoran saja, nanti dibilang kuper. Sebaliknya saat banyak berkunjung, disebut tukang jalan. Saat tampil dengan pakaian sederhana, dibilang gak gaul, tidak ikut trend. Sebaliknya saat tampil dengan mewah dan rapih, dijuluki sosok yang tidak sederhana, yang suka bergaya. Saat omong tentang uang, disebut mata duitan. Sebaliknya saat diam tentang uang, dicurigai sembunyikan duit. Saat berbicara keras dan tegas, disebut sosok yang kaku, tidak ramai diajak omong. Sebaliknya saat bersikap tenang dan lembut, dibilang tidak teguh pendirian, mudah terbawa. Saat berbicara banyak, dijuluki si cerewet. Sebaliknya saat lebih memilih diam, dijuluki sosok yang dingin, tanpa basa-basi.
Di samping itu, rumah-rumah umat pun dikunjungi situasi dilema. Dalam bahasa sehari-hari, biasa disebut dilema umat ; saat memilih berkonsultasi, dibilang cari perhatian. Saat diam-diam saja dengan masalah yang ada, disebut-sebut takut/menghindar. Saat berkunjung ke pastoran, digosipkan ini dan itu. Sebaliknya, jika tidak berkunjung, dibilang bukan umat paroki bersangkutan. Saat mengajak pastor berkunjung ke rumah, dibilang mau tunjukkan diri. Sebaliknya saat tidak sekali pun mengajak pastor kerumah, disebut lupa orang, lupa keluarga. Saat berbicara banyak tentang pastor, digosipkan pasti berhubungan dekat. Sebaliknya, saat memilih diam untuk berbicara tentang pastor, disebut jarang berkomunikasi dengan pastor. Keputusan lari dari situasi dilema sama sekali tidak akan menyingkirkan situasi dan pilihan dilematis. Jalan satu-satunya adalah menjalankan dan memutuskan dalam situasi dilemma. Namun keputusan hendaknya bukan keputusan/ tindakan sepihak sebab jika demikian hanya akan tetap menghasilkan penilaian yang kurang. Melainkan perlu ada pertimbangan yang melibatkan sesama sehingga bersama-sama menentukan dan mengambil pilihan/jalan yang tepat dan baik. Pertimbangan bersama dalam suatu kesempatan bersama yakni dialog. Dialog mengandaikan ada keterbukaan dan kerelaan menyampaikan dan menerima kritikan dan masukan.

WASIAT SANG WAKTU




Kutitipkan surat ini dari sang waktu yang lagi melaju dalam bisu….. kepada kamu yang mungkin lagi tertidur….
Aku berada dalam diamnya, aku berdiam dalam kebisuannya. Aku berada dan melaju dalam Sang waktu yang diam dan membisu……
Kini, dalam dingin yang menggetarkan jemari, dalam kabut yang memburamkan mata, kita berpadu menguntai Sang waktu yang telah berangkat bersama angin musim lalu.
Kita merajut lagi tapak-tapak yang tertinggal meski sebagiannya telah lebur bersama rinai hujan musim ini……
Kini, saat yang cantik untuk berpaling, menyususuri jejak-jejak yang mungkin telah beku dalam pelukan kemarin…… saat yang tampan untuk melihat guratan-guratan peristiwa pada kanvas kehidupan yang tergores manis dalam hujan musim lalu
Tanyakan pada bibir mungilmu, berapa banyak kata yang terbuang ke dalam lembah kesia-siaan?...... pernahkah bibirmu menuliskan kata yang menyileti hati?.........
Selidikilah tuturmu, mungkin dalam tutur yang ngelantur, ribuan bualan (gossip) telah kau terbangkan ke udara?......
Lihatlah pula matamu, mungkin matamu pernah terlalu tajam memandang sampai kau terpaku pada sesuatu yang bukan milikmu?.......
Peganglah tanganmu dan cobalah menimbang, apakah tangan dan jemari lentikmu telah terulur manis …..memeluk tubuh-tubuh ringkih yang butuh dikasihani? Atau tanganmu telah melambai  kasar….. menepis segala teriakan minta tolong?....
Sendengkanlah telingamu, pernahkah ia medengar jeritan minta tolong anak-anak, tangis membuncah si ibu dan nyanyian nelangsa si bapak di balik tembok putihmu?......
Intiplah  pula ke dalam budimu, pernahkah ia memikirkan nasib manusia-manusia malang yang akrab dengan derita, dikecup manja oleh bulan yang patah, yang beku, dan yang mendemamkan
Sang waktu sedang menatap manja dirimu, menghangatkanmu dari demam musim lalu, sinarnya menebus noktah-noktah merah yang melumuri busana kebesaranmu…..
Dalam lajunya yang diam, dia menitipkan wasiat ini buat kamu yang mungkin masih terbuai dalam peraduan yang menggapai mesrah tubuhmu……dia berbisik lembut di telingamu: bangunlah! basuhlah bintik-bintik hitam yang mengotori dahimu, alihkanlah tatapan-tatapan genit dari matamu, buanglah kata-kata buas dari bibir mungilmu, lembutkanlah jemari tanganmu yang lentik biar dekapanmu selalu menghangatkan jiwa yang beku…… ini janji yang  kuukir elok di hatimu….
Benih-benih janji akan berkecambah dalam hatimu, mengingatkanmu pada wasiat sang waktu untuk selalu beralih dan bersahabat dengan musim baru. Janjimu tak boleh bual, tak boleh bohong….. karena sang waktu akan menjadi hakimmu yang adil, meski dia tahu kau dihadapkan pada musim yang selalu menyayi dalam rayuan dan irama yang tak menentu…….
Dan kelak, di saat badai rayuan musiman datang (lagi) menggodamu, dan kau bingung menentukan sikapmu maka janganlah memilih dengan asal saja, tetapi duduklah dan tunggulah sesaat……. Tariklah nafasmu dalam-dalam…….dengan penuh kepercayaan, seperti kau bernapas di detik pertamamu di dunia ini. Tunggulah dan tunggulah lebih lama lagi……. Menyepilah dan tetaplah hening sebab dalam laju dan bisu, wasiat Sang waktu akan berbisik dalam hatimu………….ingatlah pada wasiat yang pernah kutitipkan!!!!


KULDESAK







Tak tahu
Apakah harus diam membisu
Atau perlahan maju
Di atas kerikil dan batu
Di tengah bongkahan besar nafsu
Dan segudang keinginan palsu
Aku berdiri di situ
Menatap penuh ragu
Adaku,
 bukan semata untuk kamu-kamu
tapi juga untuk aku
aku yang bukan kamu
untuk yang satu itu
mungkin aku akan bilang tidak mau
tapi pasti datang tangis pilu
dari kalian yang tak pernah mau tahu
mungkin juga aku maju
dengan sebuah motif semu
yang lalu menghantar aku
pada cerita penuh tipu
lalu bagaiman ku mesti berlaku
saat hati tidak mnentu?
Atau haruskah kuterus bisu
Dan membiarkan semua berlalu?
Dan aku
Masih lesu
Tanpa laku
Pada sebuah jalan buntu





PASTOR JUGA MANUSIA


Sesaat pikiran itu menggelinding manja
Menghantui akal sehatku....untuk selanjutnya
Memaksa aku dan juga mereka untuk memberi arti terdalam
Siapakah sebenarnya aku ini???
Ada yang bilang aku selayaknya selembar uang kertas....
Seberapa lecetnya kertas itu, toh tetap saja dicari banyak orang
Karena nilai tukarnya
Tapi, sayangnya ada yang bilang aku seperti BBM....
Nonsens bukan???
BBM kan langka dan sulit dicari sekarang....
Akankah aku seperti itu?
Akh........entahlah!!!
Tapi, bukankah mereka tahu kalau aku juga manusia?
Aku bukan Tuhan, apalagi yang punya pernak-pernik Ilahi
Aku juga masih dan mungkin akan tak sempurna dalam banyak hal
Tak seutuhnya damai dengan pelbagai seremoni kehidupan
Aku hanyalah seorang manusia......
Setidaknya dalam kondisi ketelanjangan sebagai manusia
Mereka bisa tahu siapakah sebenarnya aku ini
Dan dalam tampilan publik yang terkadang juga ambigu
 Sekiranya mereka tahu untuk apa aku ada
Terlepas dari arti aku menurut diriku sendiri
Aku tidak kebal krisis, juga tidak kedap gelisah apalagi amarah
Aku juga bukan superman
Setidaknya kearifan umum bahwa tak seorangpun sempurna,
Menjadi konkrit dalam seluruh kisahku
No bodys perfect!
Ketahuilah bahwa aku adalah aku yang terlahir untuk tiga hal:
Taat, selibat dan miskin
Dan untuk tiga kebajikan:
Melayani...melayani...dan melayani!
Bukankah itu sudah cukup hanya untuk sekedar tahu siapakah aku ini?
Mungkin benar kata orang
Kalau aku tidak lebih dari selembar uang kertas lecet
Yang dalam keadaan seburuk apapun, selalu disayang dan dipuja
Selalu dibutuhkan kapan dan dimana saja
Mungkin juga aku seperti BBM yang langka dan sulit dicari
Entah karena keberadaanku yang tidak mewakili diriku
Ataukah karena banyak yang dipanggil, tapi sedikit yang dipilih?
Atas nama kualitas dan kuantitas tentunya
Hanya segelintir, tetapi sangat menentukan!
Tetapi aku tak mau dianggap suci dalam kepingan kepasrahan
Atau kudus dalam lilitan keterpaksaan
Aku mau aku dilihat apa adanya
Bukan karena ada apanya
Karena,..AKU JUGA MANUSIA
AKU JUGA MANUSIA!!!








“Golgota terkata
 mulut bisa menipu
hati  tidak
Semua jelas sudah
 benci dan cinta manusia bertarung
tapi
Di atas palang kayu terpaku  sang pendamai
Golgota, bukankah cawan ini harus kuminum?”

Lihatlah salib terpanjang  ia yang sedang bergantung lemah
Lihatlah saat ia menderita serentak mencinta
Lihatlah ia yang mengampuni  dan berpasrah
“Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat”.

 Disana teriak membahana deras bersama tetesan segar darah penebus  membasuh dosa
 “Yesus kalau kamu anak Allah selamatkan dirimu. Selamatkanlah diriMu dan turunlah dari salib itu”!
“Orang lain Ia selamatkan, tetapi diriNya sendiri tidak bisa Ia selamatkan”.
“Hai, Raja Orang Yahudi, turunlah dari salib itu supaya kami dapat percaya “!
“Engkau yang ingin merobohkan bait Allah, turunlah dari salib jikalau Engkau sungguh – sungguh anak Allah”!
Hai umatku apa salahku padamu?

PerjalananNya memang sangat panjang
 sejauh hidup ini telah dimulai dan akan berakhir.
 LangkahNya benar.
Menggendong kesetiaan dan cinta yang utuh
serentak meringankan langkahNya tapak demi tapak 
hingga  langit dan bumi pun tak kuasa menahanNya.
Tetesan- tetesan  rahmat mengalir deras
sementara  air mataNya terurai turun bahagia
menutup kisah salib penuh bangga,”Selesailah sudah”.
(Ciro)

SEBUAH KISAH UNTUK YESUS



             Ku tuliskan kisah ini buatMU sahabatku, dalam kesendirianku di bawah pohon kamboja di sudut kota malam itu. Aku ingin berjumpah dengan Mu Yesus. Kubingkiskan kisah ini  kepadaMu karena aku prihatin kepada dunia, dunia yang kian hari meninggalkan jejek identitasnya  sebagai Yang Ilahi, sebagai yang terberi dari Allah.
Yesus sahabatku…
Malam kemarin aku sendirian duduk di bawah pohon itu. Walau pun kesedihan masih terniang dalam nubariku aku berusaha membayangkan betapa hebatnya detik-detik penyiksaan dan penyaliban duriMu di bukit Kalvari. Engkau rela disiksa dan  ditikam karena  kejahatan kami. Karena dosa kami, Engkau rela disalibkan.  Tetapi Aku salut dan bangga  akan semangat kenabianMU, semangat yang terus membara dalam ziarah panjang kisah sengsaraMu.  Sungguh dan sungguh teramat tragis, selebinya sedih dan mengenaaskan. Tetapi itulah rencana dan kehendak BapaMU yang di surga. Aku turut sedih Tuhan mengapa dunia seperti ini.
Yesus sahabatku sejatiku…
Membayangkan drama penyiksaan dan penyaliban diriMu  pada dua ribu tahun masa silang adalah sebuah  peristiwa yang  menggerikan. Itu pertandah bahwa situasi manusia diambang kehancuran. Nurani manusia mengalami kekerdilan, mulai menyusut bahkan menipis. Ibarat segumpalan es  yang mencair ketika dipanaskan, itulah nurani manusia. Aku mencoba berpikir dan bertanya dalam hatiku di manakah nurani manusia? Mengapa  drama penyaliban itu, bisa terjadi secara kejam di luar tindakan manusiwi. Aku tak habis pikir, mengapa semua hal ini  bisa terjadi? Sungguh luar bisa dunia ini. Dunia kini hancur oleh gelombang kedasyatan ankara dan dosa manusia yang terparti dalam pola pikir dan tingkah laku manusia. sungguh menyedihkan….
Yesus teman sejatiku
Ziarah hidup yang Engkau tempuh dari istana pilatus sampai Puncak Kalvari adalah bukti cintaMU kepada umat manusia. Medan perjalan itu sangat menggerikan; jalannya bebukit-bukit dan tidak rata, tetapi engkau dengan sabar menjejakinya sampai puncak kalvari. Sungguh penggorbanan yang luar biasa. IbundaMu hanya menetap dengan luka hati yang mendalam. Raut wajahnya menyimpan segudang kesedihan, cinta dan penggorbanan. IbundaMu hanya berpasrah hanya pada kehendak Allah.  Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku menurut perkataanMU merupakan  bentuk kepasraan Bunda Maria secara total atas  seluruh rencana dan kehendak Allah.  Suasana  kesedihan meliputi deritaMu. Tetapi Engkau tegar menghadapi penderitaanMu dengan cinta bahkan  memberi hiburan
kepada para putri sion, “ Janganlah tangisi diri KU tetapi tanggisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu.”  Terhadap pemuda yang bertobat  Engkau menjanjikan keselamatan, “Mulai hari ini engkau bersama Aku di firdaus.” Itulah hakekat cintaMU kepada umat manusia.
Yesus Guruku .....
kesetiaanMU kepada Allah hingga wafat di salib adalah perjuangan kami yang belum berakhir. Kesadaran akan eksistensi sebagai ciptaan Allah masih berada di garis-batas kehidupan dan bayangan-bayangan semu manusia. KesetiaanMu wafat di kayu salib hanya menjadi sebuah kolaborasi semu umat manusia. Orang lebih berpihak pada kepentingannya sendiri, tanpa memperhatkan sesamanya yang lain. Bahkan banyak dari antara mereka dijadikan umpan peluru demi mempertahankan hidup, privasi dan gengsi hidup kehidupannya. Banyak keluraga Kristen yang telah menerima sakramen atas nama Engkau membalikan seluruh gaya hidupnya pada usaha pencapaian lahiriah semata. Allah tidak lagi dipandang sebagai Allah yang mempersatukan. Budaya cinta kasih dalam keluarga mulai hilang. Masing-masing dari anggota keluarga cenderung hidup sendiri. Kebersamaan dalam keluarga tidak lagi menampakan keluarga yang utuh, bahagia dan sejahtera. Aku menjadi binggung Tuhan, mengapa manusia terus seperti ini?  Apakah dia keliru atau di manakah nuraninya? Aku terdiam serentak mengolah nurani sendiri, apakah aku juga terlibat  di sana?
Yesus sahabatku
Sebentar lagi kami segenap keluarga Kristen akan merayakan pesta paskah, pesta kemenangan umat atas maut. Misteri paskah adalah pesta keselamatan. Arahkan seluruh nurani manusiawi kami untuk menjadikan Engkau satu-satuNya  Allah yang mengantar kami pada kehidupan surga. Baharuilah hidup kami untuk terbuka kepada Allah, rela berkorban dan jadikanlah kami semua sebagai anggota keluarga Kristen yang setia kepada Allah. Kami yakin hanya Engkaulah yang memiliki kuasa atas hidup ini. Datanglah di tengah kehidupan kami dan lewat cintaMu luputkan aku dari amukan belenggu dosa kami. Bukan untuk siapa-siapa kami berharap tetapi hanya untukNya.
Yesus  sahabatku….
Maafkanlah aku, jika selama ini menggap diri hebat, egois, dan angkuh di antara sesama yang lain. Aku merasa bersalah dan ingin membagun suatu tekad yang pasti; aku ingin hidup setia seturut ajaran kasihMu. Aku ingin membagun pribadiku sebagai seorang keluarga Kristen sejati  yang taat pada seluruh rencana dan kehendakMu; membagi kasih dan kebaikan kepda sesama.
Terima kasih Tuhan  karena Engkau masih setia mendengarkan jeritan hatiku  semuaNya ku pasrahkan pada kehendakMu. Hantarlah aku menuju pelabuhan yang tenang dalam dekapan kasih mesrah bersama Allah di suirga .Tuhan jadikanlah hatiku seperti hatiMu.(Villa)

Sri Paus Mengukir Sejarah Baru di Ritapiret



Sri Paus Yohanes paulus II beserta rombongan dari vatikan memasuki Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret pada tanggal 11 Oktober 1989, pukul 18.52 waktu setempat. Rombongan yang menyertai Sri Paus berjumlah 32 orang. Hadir di dalamnya 2 orang kardinal Agostino Cardinal Casaroli, menteri luar negeri vatikan dan Josef Cardinal Tomko yang mengepalai propoganda fidae. Selain itu, duta besar vatikan untuk Indonesia Mgr. Fransesco Canalini dan beberapa uskup agung; Mgr Stanislao Dziwisz, sekretaris paus dan beberapa uskup lainnya serta sejumlah awam. Selain rombongan vatikan, sejumlah pejabat Pemerintah Indonesia Koesmami Hardjono, mantan atase militer Indonesia di Spanyol yang dipercayakan mengawal Sri Paus selama kunjungannya ke Indonesia.
Sebuah sedan mungil hitam mengkilap bertuliskan Tamu Negara berhenti tepat di tengah depan pendopo agung Seminari Ritapiret. Sri Paus disambut dengan ucapan selamat datang dan ciuman penuh sukacita oleh Rm. praeses Dominikus Balo Pr dan prefek Rm. Yosef Nahak Pr. Kepada praeses, Sri Paus berucap”Father Rektor, we are brother Christ. Kemudian satu persatu para pastor dan suster menerima sentuhan tangannya yang lembut dan penuh kasih.  Sri Paus yang didampingi Uskup Agung Ende, Mgr Donatus Djagom SVD memberikan satu persatu rosario kepada masing-masing pastor dan suster sebagai bentuk perhatiannya sekaligus dorongan untuk mencintai doa Rosario. Ia juga memberkati pasasti yang bertuliskan: “DENGAN BERKAT DAN RAHMAT TUHAN, YANG TERSUCI SRI PAUS YOHANES PAULUS PP II, TELAH BERKENAN MENGUNJUNGI SEMINARI TINGGI ST. PETRUS RITAPIRET, MAUMERE=FLORES=NTT=INDONESIA, PADA HARI RABU SORE-KAMIS PAGI TANGGAL 11-12 OKTOBER 1989”. Seusai memberkati prasasti, Sri Paus yang didampingi Mgr Donatus Djagom melangkah ke halaman tengah. Memasuki barisan ke 73 frater dan para karyawan-karyawati, dokter serta juru rawat sekali lagi disambut tepukan tangan yang meriah. Beliau menyambut sukacita anaknya satu persatu dengan rangkulan tangan yang lebut sambil berucap God bless you. Setelahnya, Sri Paus beristirahat sejenak. Kemudian dilanjutkan dengan acara makan malam bersama Mgr Stanislao, sekretaris pribadinya dan Mgr Donatus Djagom. Beliau dilayani oleh Prof. Dr. Josef Glinka SVD, seorang misionaris Polandia. Pada kesempatan ini juga, Sri Paus dengan tekun mendengar informasi mengenai umatnya di Flores, tentang seminari dan calon imam serta para imam, yang diinformasikan oleh Mgr Donatus Djagom. Sementara itu, para kardianl beserta rombongan lainnya mencicipi santap malam di ruang makan tersendiri.
Pukul 20.00 Sri Paus dan rombongannya menuju Ledalero untuk bertatap muka dengan para imam, frater, dan rohaniwan-rohaniwati. Sekembalinya dari Ledalero, beliau lansung menuju Kapela Agung Seminari Tinggi ST. Petrus Ritapiret untuk berdoa, kemudian bersitirahat. Keheningan Ritapiret penuh damai dan berkat sukacita menyertai istirahat Bapa Suci. Pukul 06.30, Kamis 12 Oktober, Sri Paus menuju kapela, berdoa pribadi, menjumpai sahabatnya Yesus Kristus. Puluhan para frater yang menanti sejak pagi buta di kapela tak terlewatkan moment itu untuk mengabadikan beliau. Seusai sarapan pagi, beliau dijemput Mgr. Donatus Djagom utnk berpose bersama para frater, staf pembina Ritapiret, para suster, dan keamanan di tangga masuk kapela. Setelah acara foto bersama, Sri Paus pun pergi meninggalkan Ritapiret menuju Tim-Tim. Para Frater, para pastor mengiringi beliau ke Pendopo Agung Ritapiret. Sri Paus dengan tenang berdiri di antara para frater dan selanjutnya masuk ke mobil yang didampingi Mgr Donatus. Dengan penuh haru tangan dilambaikan mengiringi deru mobil yang perlahan-lahan mengilang dari pandangan mata.